Bismillah, wa bihi nasta’iinu.
Ucapan alhamdulillah selalu kita dengar dan bahkan kita baca. Setiap kali di dalam sholat minimal 17 kali dalam sehari semalam kita membacanya. Setiap kali seusai sholat kita pun dianjurkan membaca ‘alhamdulillah’ dalam dzikir setelah sholat sebanyak 33 kali. Bahkan setiap bangun tidur pun kita dianjurkan berdoa ‘alhamdulillahilladzi ahyaanaa’ dst.
Memang ucapan ‘alhamdulillah’ bukan sekedar kumpulan huruf tanpa makna. Ia merupakan kalimat yang sangat agung. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bersuci adalah separuh keimanan, dan alhamdulillah memenuhi timbangan…” (HR. Muslim)
Ucapan ‘alhamdulillah’ menunjukkan kesempurnaan Allah; yaitu kesempurnaan pada sifat-sifat-Nya dan kesempurnaan nikmat yang diberikan oleh-Nya kepada segenap hamba. Karena ucapan alhamdu (segala puji; pujian yang mutlak) tidak layak diberikan kecuali kepada Dzat yang sempurna sifat dan perbuatannya (lihat Ahkam minal Qur’anil Karim, 1/22 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah)
Yang dimaksud dengan ‘alhamdu’ itu adalah pemberian sifat kepada yang dipuji dengan kesempurnaan yang disertai dengan kecintaan dan pengagungan. Allah terpuji karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya seperti Maha hidup, Maha kuasa, dsb. Selain itu Allah juga terpuji karena kesempurnaan ihsan dan kebaikan yang Allah curahkan kepada segenap makhluk. Oleh sebab itu disyari’atkan apabila seorang insan makan atau minum untuk mengucapkan ‘alhamdulillah’. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah benar-benar ridha kepada seorang hamba ketika dia makan lalu dia memuji-Nya atas hal itu, dan meminum suatu minuman lantas dia pun memuji-Nya atas hal itu.” (HR. Muslim) (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 30-34 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah)
Hanya Allah yang layak menerima pujian yang sempurna (alhamdu). Oleh sebab itu apabila menjumpai sesuatu yang menggembirakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan ‘alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush shaalihaat’ artinya ‘segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan bisa terlaksana’ dan apabila mengalami sesuatu yang kurang menyenangkan beliau mengatakan ‘alhamdulillahi ‘ala kulli haal’ artinya ‘segala puji bagi Allah dalam keadaan apapun’ (HR. Ibnu Majah) (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 35)
Oleh sebab itu kalimat ‘alhamdulillah’ mengandung pujian kepada Allah atas kesempurnaan sifat-sifat-Nya dan ungkapan syukur kepada Allah atas segala nikmat dari-Nya (lihat Tafsir Imam al-Baghawi rahimahullah yang dikenal dengan nama Ma’alim at-Tanzil, hal. 9)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma mengatakan bahwa ‘alhamdulillah’ adalah kalimat yang diucapkan oleh setiap orang yang bersyukur (lihat Tafsir Imam Ibnu Katsir rahimahullah yang dikenal dengan nama Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 1/128)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan menyebut ‘alhamdulillah’ sebagai doa yang paling utama. Beliau bersabda, “Seutama-utama dzikir adalah laa ilaha illallah, sedangkan seutama-utama doa adalah alhamdulillah.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata hasan gharib)
Salah satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika seorang bangun tidur adalah bacaan ‘alhamdulillahilladzii ‘aafaanii fi jasadii wa radda ‘alayya ruuhii wa adzina lii bidzikrihi’ artinya, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan keselamatan/afiat pada tubuhku dan mengembalikan ruhku serta mengizinkan aku untuk berdzikir kepada-Nya.” (HR. Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah dan Tirmidzi, sanadnya dinyatakan hasan)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh apabila aku mengucapkan subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaha illallah, wallahu akbar hal itu lebih aku cintai daripada dunia di mana matahari ini terbit di atasnya.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Kalimat yang paling utama ada empat, yaitu subhanallah, alhamdulillah, laa ilaha illallah, dan Allahu akbar. Tidak masalah bagimu dengan kalimat mana pun diantara itu kamu mulai membacanya.” (HR. Muslim)
Dan diantara kisah yang sangat menakjubkan adalah apa yang terjadi pada Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pada saat-saat menjelang wafatnya. Ketika orang-orang membawanya menuju rumah sakit Raja Faishal di Tha’if, pada saat itu beliau terus-menerus mengulang bacaan ‘subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaha illallah, wallahu akbar’ (lihat biografi beliau yang dicantumkan dalam al-Fawa’id al-‘Ilmiyah min ad-Durus al-Baaziyah, 1/28)
Ini semuanya menunjukkan kepada kita -wahai saudaraku sesama muslim- bahwasanya kebutuhan setiap insan kepada dzikir dan doa serta ibadah adalah di atas segala kebutuhan. Karena dzikir adalah ruh dari amal-amal salih. Dzikir laksana air bagi seekor ikan. Dzikir akan melabuhkan ketenangan dan ketentraman di dalam hati. Dzikir akan mendatangkan pertolongan dan bantuan Allah. Sedangkan doa adalah intisari dari ibadah, bahkan doa itulah ibadah yang paling utama.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabb kalian mengatakan; Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku niscaya mereka akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir : 60)
Demikian sedikit catatan dan nasihat, semoga bermanfaat.
Referensi :
– al-Wabil ash-Shayyib oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
– Hishnul Muslim oleh Syaikh Sa’id al-Qahthani hafizhahullah
– Tafsir Surah al-Fatihah oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah